Piutang



Defenisi piutang.
Piutang (account receivable) adalah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan di terima dalam bentuk kas . Piutang biasanya di golongkan ke dalam kelompok piutang usaha dan piutang luar usaha . Untuk keperluan fisikal , sebaiknya system akuntansi dapat menyajikan saldo piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa . pemisahan ini dimaksutkan untuk mempermudah fiskus dalam mengetahui apakah wajib pajak (WP) melakukan penghindaran pembayaran pajak melalui penetapan harga transfer (transfer princing) .
Agar dari pembukuan piutang dapat di peroleh informasi mengenai saldo piutang ,  maka rekening piutang, khususnya untuk keperluan fisikal, harus dapat memberikan keterangan data sebagai berikut:
1.      Nama dan alamat lengkap debitur.
2.      Jumlah piutang kepada masing-masing debitur.
3.      Saat timbul maupun berkurangnya piutang.
4.      Jenis piutang misalnya piutang dagang, piutang kepada ppegawai, piutang kepada pemegang saham, piutang jangka panjang , dan piutang jangka pendek.
5.      Hak penerimaan bunga.
6.      Tanggal jatuh tempoh piutang.
7.      Jumlah piutang yang dapat di hapuskan.
8.      Keterangan lainya yang berkaitan dengan piutang.
Piutang usaha.
Piutang usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa untuk kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang usaha terjadi karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara kredit. Piutang dapat di catat jika barang telah di serahkan.Dalam usaha pelayanan jasa, piutang di catat pada saat pelayanan jasa di laksanakan. Pada umumnya piutang seperti ini tidak di sertai suatu surat surat perjanjian yang formal..akan tetapi , adakalanya bentuk piutang dagan di nyatakan dalam bentuk surat dagang komersial, yaitu wesel tagih. Piutang yang daopat di tagih dala satuh tahun di golongkan ke dalam aset lancar , sedangkan  piutang yang tidak dapat di tagih dalam satu periode dapat di golongkan sebagai asset lain-lain. WP yang merupakan pengusaha kena pajak (PKP) wjib memungut PPN atas penyerahan barang    dan jasa kena pajak yangt di lakukannya .
Dalam akuntansi komersial sering terjadi pemberian potongan perniagaan (trade discount) dan potongan tunai (cash discount).Selain itu, sering pula trjadi retur penjualan.Praktik akuntasi komersialmembukukan potongan tersebut degan mengurangkannya pada penjualan bruto.Pembukuan seperti ini di perbolehkan oleh ketentuan perpajakan.Namun, pembukuan penyisian (allowance) untuk potongan tunai dan retur penjualan tidak di perkenankan untuk tujuan perpajakan karna ketentuan pajak lebih menekankan pada keadaaan senyatanya dean bukan bersifat antisipatif degan penyisian tersebut.
Dalam praktik akuntansi komersial, pembentukan  penyisian (cadangan) guna mengantisipasi kemungkinan kerugian  dari piutang tidak tertagih merupakan hal yuang lazim. Terhadap piutang yang di ragukan tingkat kolektibitasnya, perusahaan dapat menghapuskan dan membebankan pada cadangan di maksud.meskipun demikian ketentuan pajak tidak memperkenankan  pembentukan cadangan penghapusan tersebut. Ketentuan pajak lebih melihat realitas dan memberlakukan metode penghapusan langsung (direct written off).adapun sarat-sarat penghapusanpiutang yang nyata-nyata tidak dapat di tagih menurut undang-undangpajak penghasilan pasal 6 ayat 1 huruf ( h )b adalah:
1.      Telah di bebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial.
2.      Telah di serahkan perkara penagihan kepada pengadilan Negri atau badan urusan piutang dam lelang negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penhapusan/pembebasan utang antar kreditur dan debitor yang bersangkutan.
3.      Telah di publikasikan dalam penerbitan umum dan khusus.
4.       Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat di tagih  kepada direktorat pajak jendral pajak.
Akan tetapi untuk jenis usaha tertentu seperti usaha bank , sewa dengan hak opsi (capital lelase), cadangan untuk usaha asuransi , dan cadangan biaya reklmasi untuk usaha pertambangan, ketentuan pajak  UU PPh 9 ayat 1 huruf ( c ) KMK nomor 204/KMK.04 /2000 memperkenankan adanya pembentukan penyisian (cadangan) piutang tak tertagih.
Contoh:
1.      PT. Abadi menjual barang secara kredit sebesar Rp 5.000.000 ( belum termasuk PPN 10% ) pada tanggal 10 february 2007 PT.Abadi telah di kukuhkan sebagai PKP pada tanggal 15 maret 2006. System pencatatan persedian yang di gunakan oleh PT. Abadi adalah system perpetual, dimana harga pokok penjualan (HPP) adalah sebesar Rp 3.500.000.

Jurnal akuntansi perpajakan transaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal
Keterangan
Debit
Kredit
10 feb-2007
Piutang usaha
          PPN keluaran
          Penjualan
HPP
Persediaan
5.500.000


3.500.000

    500.000
 5.000.000

 3.500.000

Jika belum di kukuhkan sebagai PKP , PT Abadi tidak boleh melakukan pemungutan PPN .Jurnal akuntansi perpajakannya adalah:

Tanggal
Keterangan
Debit
Kredit
10 feb-2007
Piutang usaha
          Penjualan
HPP
Persediaan
5.000.000

3.500.000

 5.000.000

 3.500.000

Untuk WP yang belum di kukuhkan sebagai PKP, PPN Masukan tetap di kenakan tetapi tidak dapat di kreditkan sehinggga PPN masukan  tidak di bukukan sebagai PPN masukan tetapi masuk sebagai masuk sebagai harga perolehan barang yang di beli.
2.      Pada tanggal 10 januari 2007, PT Zap menjual barang secara tunai sebesar Rp 10.000.000,00 dengan PPN 10%. System pencatatan persediaan yang digunakan oleh PT ZAP adalah system periodic . transaksi tersebut di catat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Tanggal
Keterangan
Debit
Kredit
10 jan - 2007
Kas
      Penjualan
      PPN keluaran
11.000.000

10.000.000
  1.000.000

Dua hari kemudian barang yang telah di jual senilai Rp 2.000.000,00 di kembalikan kepada PT Zap. retur penjualan di catat dengan jurnal sebagai berikut:

Tanggal
Keterangan
Debit
Kredit
10 jan- 2007
Retur penjualan
PPN keluaran
            Kas
2.000.000
  2.00.000


2.200.000

3.      Pada tanggal 6 january 2007 , PT bola menghapuskan piutangnya terhadap salah satu debiturnya karena debitor tersebut mengalami pailit. Adapun syarat-syarat penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat di tagi telah memenuhi ketentuan perpajakan. Piutang yang di hapuskan tersebut adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Jurnal akuntansi perpajakan untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal
Keterangan
Debit
Kredit
6 jan-2007
Beban piutang tak tertagih
         Piutang usaha
10.000.000

10.000.000


1.2 PIUTANG DI LUAR USAHA
Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa.Sering pula piutang timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim asuransi, restitusi pajak, royalty, dan lain-lain.Apabilah yang di harapkan dapat di tagih dalam waktu singkat, piutan-piutang yang dapat di golongkan sebagai aset lancet.Jika ternyata pengihanyua di lakukankan lebih dari satu tahun, sebaiknya di golongkan sebagai asset lain-lain.

1.3 PIUTANG DALAM HUBUNGAN ISTIMEWAH
Piutang dalam hubungan istimewah merupakan saldo tagihan dari transaksi yang di lakukan dengan pihak dimana perusahaan mempunyai hubungan istimewah. Hubungan istimewah dapat merupakan memiliki atau menguasai .penyajian piutang dalam hubungan istimewah tidak di haruskan dalam akuntansi dan tidak lazi. Piutang dalam hubungan istimewah dapat timbul karena terjadinya transaksi seperti:
1.      Pengeluaran atau pembebanan yang di lakukan oleh WP kepada pihak lain dalam hubungan istimewah untuk biaya suatu usaha , seperti sewa kantor, asuransi, listrikdan lain lain; penjualan harta tetap seperti mesin dimana pengluaran atau pembebanan tersebut akan ditagih lagi kepada pihak tersebut.
2.      Peminjaman dana.
3.      Transaksi penyerahan barang ataui jasa.
Dalam praktik bisnis harga di bebankan kepada pihak pembeli dapat dengan harga yang tidak wajar , misalnya menjuala asset dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga harta yang sejenis. Ole sebab itu sesuai ketentuan perpajakan, tarnsaksi yang di lakukan oleh WP dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewah harus di perhitungkan dengan harga wajar disini adalah harga yang berlaku umum atau sama apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewah. Misalnya, seseorang penguasaha memberi gaji kepada anak sendiri sebagai tukang sebesar Rp 1.500.000,00 sebulan. Jika upah seorang tukang las dengan keahlian yang hampir sama adalah hanya sebesar Rp 750.000,00 per bulan, selisinya harus di anggap sebagai pembayaran deviden terselubung. Menurut UU PPh 18b ayat 4 , hubungan istimewah di anggap ada apabila:
1.      WP mempunyai penyertaan modal  langsung atau tidak langsung paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) pada WP lain ataun hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25% ( dua puluh lima persen)  pada dua WP atau lebih , demikian pula hubungan antara dua WP atau lebih yang di sebut terakir.
2.      WP menguasai WP lainya atau dua atau lebih WP berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
3.      Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.

1.4 NILAI PIUTANG DALAM NERACA.
Basanya nilai saldo piutang yang tercantum dalam neraca adalah nilai piutang neto. Pengertian piutang neto yamg harus di cantumkan dalam neraca fisikal dan komersial selain usaha bank, sewa dengan hak opsi, usaha asuransi ,dan usaha pertambangan adalah saldo piutang di kurangi piutang yang benar benar tidak dapat di tagih; sedangkan saldo piutang neto dalam neraca komersial adalah saldo piutang di kurangi piutang ragu ragu (piutang yang di taksir tidak dapat tertagih). Jadi, metode penghapusan piutang yang di peerkenankan dalam perpajakan adalah metode langsung (direct write-off medhod), sedagkan dalam akuntansi adalah metode pencadangan (allowance method).

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 07/PJ/2013
 TENTANG
PENGGOLONGAN KUALITAS PIUTANG PAJAK
DAN CARA PENGHITUNGAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK
.

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
  1. Piutang Pajak adalah piutang yang timbul atas pendapatan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perpajakan, yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan.
  2. Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang pajak berdasarkan penggolongan kualitas piutang pajak.
  3. Kualitas Piutang Pajak adalah hampiran atas ketertagihan piutang pajak yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh Penanggung Pajak.
  4. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan.
  5. Tanggal Laporan Keuangan adalah tanggal 30 Juni untuk penyusunan Laporan Keuangan Semesteran atau tanggal 31 Desember untuk penyusunan Laporan Keuangan Tahunan.
  6. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan jaminan piutang pajak.
  7. Barang Sitaan adalah barang Penanggung Pajak yang dijadikan jaminan piutang pajak sesuai dengan hasil penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak.
  8. agunan adalah barang yang diserahkan oleh wajib pajak sebagai jaminan dalam rangka permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  9. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 2
(1)
untuk tujuan penyusunan Laporan Keuangan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan penilaian atas Kualitas Piutang Pajak berdasarkan kondisi Piutang Pajak pada Tanggal Laporan Keuangan untuk membentuk Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih.
(2)
Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar Piutang Pajak yang telah disisihkan senantiasa dapat direalisasikan.

Pasal 3
(1)
Kualitas Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Pajak Tidak Langsung Lainnya digolongkan menjadi kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet.
(2)
Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Pajak Tidak Langsung Lainnya, digolongkan dalam kualitas lancar apabila :
  1. mempunyai umur piutang sampai dengan 4 bulan dan belum diterbitkan Surat Paksa; atau
  2. telah diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak dan belum melewati batas waktu angsuran/penundaan dalam surat keputusan tersebut.
(3)
Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Pajak Tidak Langsung Lainnya, digolongkan dalam kualitas kurang lancar apabila:
  1. mempunyai umur piutang lebih dari 4 bulan sampai dengan 1 tahun dan belum diterbitkan Surat Paksa;
  2. telah diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak tetapi telah melewati batas waktu angsuran/penundaan dalam surat keputusan tersebut;
  3. telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus;
  4. telah diterbitkan Surat Paksa dengan umur Surat Paksa sampai dengan 1 tahun; atau
  5. telah dilaksanakan penyitaan dengan jumlah keseluruhan nilai Barang Sitaan yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah keseluruhan piutang pajak yang menjadi dasar penyitaan yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita.
(4)
Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Pajak Tidak Langsung Lainnya, digolongkan dalam Kualitas diragukan apabila :
a.
mempunyai umur piutang lebih dari 1 tahun sampai dengan 2 tahun dan belum diterbitkan Surat Paksa;
b.
telah diterbitkan Surat Paksa dengan umur Surat Paksa lebih dari 1 tahun sampai dengan 2 tahun;
c.
telah dilaksanakan penyitaan dengan jumlah keseluruhan nilai Barang Sitaan yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah keseluruhan piutang pajak yang menjadi dasar penyitaan yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita;
d.
sedang diajukan upaya hukum yang meliputi :
1)
pembetulan, keberatan, banding, pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
2)
gugatan atau sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000;
3)
gugatan atau sanggahan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak kepada badan peradilan selain badan peradilan pajak dan pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan; atau
4)
peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; atau
e.
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sedang dalam proses pailit atau proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(5)
Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Pajak Tidak Langsung Lainnya, digolongkan dalam kualitas macet apabila :
a.
mempunyai umur piutang lebih dari 2 tahun dan belum diterbitkan Surat Paksa;
b.
telah diterbitkan Surat Paksa dengan umur Surat Paksa lebih dari 2 tahun;
c.
Wajib Pajak berstatus Non Efektif (NE);
d.
terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sedang dilakukan proses hukum oleh instansi yang berwenang yang meliputi penyidikan, penyelidikan, ataupun penuntutan terkait tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan;
e.
dalam waktu kurang dari 58 hari hak penagihannya akan daluwarsa;
f.
hak penagihannya telah daluwarsa; atau
g.
hak penagihannya belum daluwarsa tetapi memenuhi syarat untuk dihapuskan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan telah dibuat laporan hasil penelitian administrasi atau laporan hasil penelitian setempat yang menyimpulkan bahwa piutang pajak tersebut memenuhi syarat untuk diusulkan untuk dihapuskan.
.
Pasal 3A
(1)
Kualitas Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan digolongkan menjadi kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan dan kualitas macet.
(2)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan digolongkan dalam kualitas lancar apabila mempunyai umur piutang pajak sampai dengan 2 (dua) tahun.
(3)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan digolongkan dalam kualitas kurang lancar apabila mempunyai umur piutang pajak lebih dari 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun.
(4)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan digolongkan dalam kualitas diragukan apabila mempunyai umur piutang pajak lebih dari 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.
(5)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan digolongkan dalam kualitas macet apabila:
  1. mempunyai umur piutang pajak lebih dari 10 (sepuluh) tahun;
  2. memenuhi syarat untuk dihapuskan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan telah dibuat laporan hasil penelitian administrasi atau laporan hasil penelitian setempat yang menyimpulkan bahwa piutang pajak tersebut memenuhi syarat untuk diusulkan untuk dihapuskan; atau
  3. ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan yang meliputi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berdasarkan hasil pemutakhiran data objek dan/atau subjek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan, memenuhi syarat untuk dibatalkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang pada tanggal laporan keuangan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar belum diterbitkan.

Pasal 3C
(1)
Kualitas Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan selain Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi digolongkan menjadi kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan dan kualitas macet.
(2)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan selain Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi digolongkan dalam kualitas lancar apabila mempunyai umur piutang pajak sampai dengan 1 (satu) tahun.
(3)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan selain Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi digolongkan dalam kualitas kurang lancar apabila mempunyai umur piutang pajak lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun.
(4)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan selain Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi digolongkan dalam kualitas diragukan apabila mempunyai umur piutang pajak lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun.
(5)
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan selain Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi digolongkan dalam kualitas macet apabila mempunyai umur piutang pajak lebih dari 5 (lima) tahun.


Pasal 3D
(1)
Dalam hal suatu piutang pajak memenuhi lebih dari 1 (satu) kriteria penggolongan kualitas piutang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 3A, Pasal 3B dan Pasal 3C maka piutang pajak tersebut dimasukkan dalam penggolongan kualitas piutang pajak yang lebih tidak lancar.
(2)
Penentuan kualitas piutang pajak dilaksanakan dengan mendahulukan pada penggolongan kualitas piutang pajak yang paling tidak lancar selanjutnya ke penggolongan yang lebih lancar.

Pasal 4
(1)
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
  1. 5‰ (lima permil) dari piutang pajak dengan kualitas lancar;
  2. 10% (sepuluh persen) dari Piutang Pajak dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai Agunan atau dengan nilai Barang Sitaan;
  3. 50% (lima puluh persen) dari Piutang Pajak dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai Agunan atau dengan nilai Barang Sitaan; dan
  4. 100% (seratus persen) dari Piutang Pajak dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai Agunan atau dengan nilai Barang Sitaan.
(2)
Agunan atau Barang sitaan yang mempunyai nilai di atas Piutang Pajak diperhitungkan sama dengan sisa Piutang Pajak.
(3)
Nilai Agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:
  1. 100% (seratus persen) dari Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
  2. 80% (delapan puluh persen) dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (HM) atau hak guna bangunan (HGB) berikut bangunan di atasnya;
  3. 60% (enam puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah bersertifikat hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
  4. 50% (lima puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terakhir;
  5. 50% (lima puluh persen) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal laut dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik;
  6. 50% (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor; dan
  7. 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan disertai bukti kepemilikan.
(4)
Nilai Barang Sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar.
  1. 100% (seratus persen) dari Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
  2. 60% (enam puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah bersertifikat hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya;
  3. 50% (lima puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terakhir; dan
  4. 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan.
(5)
Agunan selain yang dimaksud pada ayat (3) dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
(6)
Barang sitaan selain yang dimaksud pada ayat (4) tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih.

Pasal 5
(1)
Nilai agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf g dan Pasal 4 ayat (4) huruf d bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
(2)
Dalam hal sumber nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, Agunan atau Barang Sitaan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih.
Pasal 6
(1)
Pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih disajikan per jenis pajak.
(2)
Nilai Agunan atau Barang Sitaan dikurangkan dari masing-masing dasar penagihan pajak secara proporsional.
Pasal 7
Cara penghitungan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 8
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku maka tata cara penggolongan kualitas piutang pajak dan cara penghitungan penyisihan piutang pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tidak berlaku.
.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku untuk penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Tahun Anggaran 2012.

0 Response to "Piutang"

Post a Comment